TERSANGKUT di
JEMABATAN ITU (part I)
“Dia ibarat kaca yang berdebu
Jangan terlalu keras membersihkannya
Nanti dia mudah retak dan pecah.....
Nanti dia.....”
“suci,
umi mau pergi sekarang. Jadi tidak beli pulsanya?”, umi bertanya.
Suara umi merusak lagu yang sedang akau ddengarkan. Suara itu
mulai membuat hatiku yang tadinya gembira mendengarkan lagu kegemaranku kini
menjadi agak kurang semangat. Padahal setiap kali mendengarkan lagu itu aku
menjadi lebih bergairah untuk memulai aktifitas yang selalu aku kerjakan setiap
harinya.
“jadi
umi, beliin pulsa uci yang 10 ribu aja, ntar uci gantilah uangnya”, sahut suci.
“hmmm,
belum jadi orang kaya aja, anak umi dah berlagak”, tambah umi.
“heeee,
umi jangan marahlah. Maksud uci minta ma abi lah uangnya”, jawab suci menggoda.
“anak
umi dah pinter ya godain umi, ya sudah, umi pergi ya. Sudah elat ni ke kantor. Nanti
abi mu ngamuk ke umi. Telat melulu”, keluh umi.
“hati-hati
umi”, kata suci.
“y,
Assalamu’alaikumwrwb”, salam umi.
“wa’alaikumsalamwrwb,”
jawab suci.
Sendiri
lagi di rumah tercinta. Walapun hanya ditemani oleh sebuah laptop dan modem ku,
rasanya kata sendiri itu agak sedikit jauh dari hidupku yang sekarang. Dahulunya,
minta belikan handphone saja tunggu gajian abi yang ketiga, tapi sekarang,
Alhamdulillah aku ucapkan segala yang Allah berikan kepada keluargaku yang
dulunya hidup serba sederhana, dan akhirnya bisa sedikit berlebih. Umi biasanya
selalu infakkan sebahagian gajinya ke Mesjid, Mushalla, Anak yatim yang didekat
rumah ku. Hal yang sama juga dilakukan oleh abi ku. Abi yang dulunya bekerja
sebagai Office Boy atau dalam bahasa gaulnya OB, sekarang bisa naik pangkat
menjadi manager perusahaan asing. Walaupun mereka berdua sibuk setiap hari,
tapi kalau sudah hari libur mereka berdua menghabiskan waktu mereka di rumah
bersamaku. Aku adalah anak satu-satunya yang mereka punya. Saudara laki-lakiku
meninggal saat usianya 1 tahun akibat penyakit demam tinggi yang menyerang
tubuhnya secara mendadak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar